Thursday, April 21, 2022

Di mana saja tempat yang sebaiknya tidak digunakan untuk menyimpan obat?

Karena banyak obat yang dapat rusak saat disimpan pada ruangan dengan kelembaban tinggi, hindari menyimpan obat di tempat yang lembab, seperti di dalam kulkas (walaupun ada beberapa sediaan yang diperuntukkan untuk disimpan di suhu dingin (bukan di freezer) seperti ovula/suppositoria/insulin yang belum digunakan)

Hindari juga menyimpan obat di tempat yang terpapar sinar matahari langsung, maupun di tempat dengan ventilasi yang buruk seperti di dalam mobil, kedua tempat itu memiliki suhu dan kelembaban yang tinggi.

Salah satu bentuk sediaan yang paling sensitif dengan kelembaban tinggi adalah kapsul, karena umumnya terbuat dari gelatin yang dapat menyerap kelembaban pada udara, jika penyimpanan dilakukan dalam kelembaban tinggi akan menyebabkan kapsul menjadi lengket.

Sama halnya dengan kapsul, ada beberapa bahan aktif dan bahan tambahan yang dapat mengalami perubahan stabilitas jika terpapar kelembaban tinggi dalam waktu yang lama. Kalau suatu obat sudah berubah penampilannya dari sejak pertama dibuka, sebaiknya langsung buang saja.

Selalu simpan obat dalam kemasan asli lengkap dengan etiket, sesuai dengan petunjuk pada kemasannya yah.

Apa obat untuk sakit gigi?

Ada cukup banyak obat - obatan over the counter/obat bebas yang bisa kamu peroleh untuk meringankan gejala sakit gigi akibat berbagai masalah, seperti tumbuhnya geraham bungsu, infeksi gusi, gigi berlubang, dan sebagainya dan sebagainya.

Akan tetapi, segeralah pergi ke dokter apabila sakit pada gigimu tidak segera membaik setelah beberapa hari. Kompres hangat maupun obat pereda nyeri hanyalah mengurangi sakitnya tetapi tidak menyelesaikan masalahnya.

Tanpa basa basi lagi, berikut adalah apa yang dapat dirimu gunakan di rumah untuk meringankan nyeri pada gigi, diantaranya :

#1. Ibuprofen

Merupakan salah satu obat pereda nyeri yang dapat membantumu tidur dengan nyenyak saat mengalami sakit gigi, terutama apabila sakit gigimu disebabkan oleh peradangan pada gusi.

Akan tetapi, dengan statusnya sebagai obat anti inflamasi non steroid (NSAID), walaupun dinilai lebih aman dibanding temannya seperti asam mefenamat, benda ini tetap berpotensi menyebabkan nyeri lambung pada populasi tertentu yang rentan. Penggunaan pada wanita hamil juga tidak direkomendasikan, terutama pada trimester ketiga.

Penggunaan bersamaan dengan obat - obatan tertentu seperti aspirin, ACE inhibitor, furosemid, kortikosteroid, dan beberapa obat lain juga diketahui dapat menyebabkan interaksi obat yang tidak diinginkan.

#2. Parasetamol

Bagi orang - orang yang keciprat kuah seblak saja sudah sakit perut NSAID biasa tentunya tidak dapat diberikan, untuk mengatasinya biasanya diberikan celexocib, tetapi amboi mahalnyoooo.

Untuk teman - teman yang pedit seperti saya, tentu akan lebih memilih menggunakan parasetamol saja ( ´ ω ` )

Walaupun secara umum obat ini aman, tetapi penggunaan dalam jangka panjang apalagi jika dibarengi dengan konsumsi alkohol berpotensi menyebabkan kerusakan pada liver.

Apabila parasetamol yang kamu minum memiliki dosis 500 mg, jangan mengonsumsi lebih dari dua tablet dalam sekali minum dan jangan minum lebih dari 8 tablet sehari.

#3. Klorheksidin

Berkumur dengan larutan antiseptik seperti klorheksidin atau bahkan sekadar air garam dapat membantu meringankan tingkat keparahan infeksi yang diderita oleh gigi dan gusimu.

Cairan antiseptik ini banyak sekali variannya, dan bisa dibeli dimana - mana sebagai obat bebas, silakan menentukan yang mana yang cocok dengan dirimu ヾ(´ ▽ ` )

Ketika dokter menyuruh kita makan obat 3 kali sehari, benarkah kita harus memakannya tepat setiap 8 jam?

Untuk obat yang diminum tiga kali sehari, sebaiknya diminum setiap delapan jam, sama halnya dengan obat yang diminum dua kali sehari, yang harus diminum tiap jam dua belas jam.

Dan, jam kita mengonsumsi obat tidak boleh berbeda - beda setiap harinya, apabila di hari pertama diminum pukul 6.00 dan 18.00, maka sepanjang durasi pengobatan jadwal tersebut sebaiknya dijaga agar selalu tepat.

Jam pemberian obat ini sangat penting untuk diperhatikan karena ketepatan waktu konsumsi obat sangat berpengaruh terhadap proses penyembuhan penyakit, apalagi jika obat dalam regimen terapi tersebut merupakan antibiotik/antivirus dan sejenisnya yang apabila meleset dari jadwal atau bahkan terlewat dosis dapat menyebabkan si bakteri/virus tidak mati - mati.

Untuk menggambarkan nasib obat dalam tubuh, ada suatu hal yang disebut dengan profil farmakokinetik obat.

Sumber gambar : Pharmacokinetics - Wikipedia

Sederhananya, profil farmakokinetika ini menggambarkan perubahan konsentrasi obat pada tiap tahapan yang dilalui oleh obat tersebut, diawali dengan pembebasan zat aktif dari sediaan (liberation), penyerapan obat oleh dinding saluran pencernaan (absorption), distribusi obat menuju organ target, metabolisme obat, dan pengeluaran obat dari dalam tubuh (excretion).

Pada setiap tahapan yang dilalui, konsentrasi obat tentu akan berubah - ubah, mulai dari meningkat pada fase absorpsi, sampai mencapai konsentrasi maksimal dalam tubuh (Cmax), hingga akhirnya efeknya akan menurun saat konsentrasi obat mulai habis.

Waktu yang diperlukan oleh obat sampai dikeluarkan sempurna oleh tubuh kita ini tentunya akan berbeda - beda antara suatu obat dengan obat lainnya. Karena itulah ada obat yang harus diminum tiga kali dalam sehari, dan ada pula obat yang cukup diminum satu kali dalam sehari.

Kita harus mengonsumsi obat secara teratur untuk mencegah jangan sampai ada interval waktu dimana obat telah habis bereaksi dan dibuang oleh tubuh, tetapi kita belum mengonsumsi dosis selanjutnya.

Begitulaaaaah, kalau susah mengingat jadwal minum obat, pasang alarm yah

( ̄▽ ̄)

Apakah obat dapat terkontaminasi oleh bakteri?

Tentu saja obat bisa terkontaminasi oleh bakteri, oleh karena itu simpanlah obat dalam kemasan asli sesuai dengan petunjuk yang ada di kemasannya/petunjuk Apoteker (misal : simpan pada suhu tertentu, hindari dari cahaya matahari langsung, hindari tempat lembab, dan sebagainya).

Praktek penyimpanan yang salah, seperti membongkar blister/strip dari tablet atau kapsul dan memindahkannya ke wadah lain berpotensi menyebabkan tumbuhnya jamur dan bakteri.

Dengan alasan apapun saya tidak merekomendasikan untuk menyimpan obat seperti ini.

Hal yang sama berlaku pula pada sediaan lain, seperti sirup maupun sediaan semipadat seperti krim dan salep. Setelah kemasan dibuka dan digunakan, batas akhir penggunaan obat tidak bisa berpatokan dengan expired date lagi.

Jika kemasan asli sudah pernah dibuka, maka batas akhir penggunaan obat ditentukan dengan BUD (Beyond Usage Date).

Beberapa ketentuan BUD yang saya masih ingat, diantaranya adalah tetes mata umumnya hanya bisa digunakan maksimal 30 hari setelah kemasan aslinya dibuka, sirup kering antibiotik yang harus dicampurkan dengan air sebelum digunakan adalah 7 - 14 hari, serta krim/salep racikan tidak lebih dari 30 hari.

Karena tidak semua obat mencantumkan BUD pada kemasannya, untuk lebih jelasnya tanyakan kepada Apoteker yang memberikan obat yah.

Beberapa jenis sediaan mengandung pengawet seperti sirup memang memiliki BUD yang lebih panjang dibandingkan dengan sediaan lainnya, dengan syarat disimpan dalam kondisi terkendali sesuai dengan rekomendasi produsen.

Mengapa dekongestan oral dapat meningkatkan tekanan darah?

Mari kita membahas dekongestan oral yang paling umum di pasaran, yaitu Pseudoefedrin, obat ini dikontraindikasikan kepada beberapa orang dengan kondisi medis tertentu, salah satunya adalah penderita tekanan darah tinggi.

Berdasarkan suatu meta analysis mengenai pengaruh dari pseudoefedrin terhadap tekanan darah dan denyut jantung (heart rate) [1] didapatkan summary sebagai berikut :

Pseudoephedrine caused a small but significant increase in Sistolic Blood Pressure (SBP) (0.99, mm Hg; 95% CI, 0.08 to 1.90) and Heart Rate (HR) (2.83 beats/min; 95% CI, 2.0 to 3.6), with no effect on Diastolic Blood Pressure (DBP) (0.63 mm Hg, 95% CI, –0.10 to 1.35). The effect in patients with controlled hypertension demonstrated an SBP increase of similar magnitude (1.20 mm Hg; 95% CI, 0.56 to 1.84 mm Hg). Higher doses and immediate-release preparations were associated with greater BP increases.

Untuk mengetahui kenapa hal itu dapat terjadi, sebelumnya kita harus mengenal terlebih dahulu target yang dituju oleh obat ini.

SISTEM SARAF OTONOM

Tubuh kita memiliki dua jenis sistem saraf, yaitu sistem saraf somatik [2] yang bisa kita kendalikan secara penuh, serta sistem saraf otonom [3]yang tidak memerlukan intervensi kita untuk mengontrolnya.

Untuk mengaktifkan atau menonaktifkan suatu mekanisme dalam tubuh, sistem saraf ini dikontrol oleh berbagai macam neurotransmitter [4], yaitu senyawa kimia yang berfungsi menyampaikan pesan antar sel.

Agar pesan yang dibawa olehnya dapat tersampaikan, neurotransmitter ini harus membentuk ikatan dengan suatu molekul (umumnya protein) yang disebut reseptor, [5] ikatan antar neurotransmitter dengan reseptor ini bersifat spesifik, tidak sembarangan neurotransmitter dapat berikatan dengan semua reseptor.

SIstem saraf otonom kemudian dapat dibagi kembali menjadi dua jenis berdasarkan neurotransmitter yang mengaktifkannya, yaitu sistem saraf simpatik serta sistem saraf parasimpatik.

Sumber gambar : In Vitro SSP Studies on Autonomic Nervous System

Pseudoefedrin dapat memberikan efek pada sistem saraf simpatik, yang memberikan respon terhadap neurotransmitter adrenalin (disebut juga dengan epinefrin)[6] Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai adrenalin dan mekanisme kerjanya, silakan kunjungi jawaban dari David Christianto Yohanes berikut ini yah (Jawaban David Christianto Yohanes untuk Bagaimana adrenalin bisa bekerja secara cepat?).

MEKANISME KERJA PSEUDOEFEDRIN

Sistem saraf simpatik memiliki beberapa jenis reseptor, disebut dengan reseptor alpha dan beta, berikut adalah klasifikasinya :

Sumber gambar : Adrenergic Receptors as Pharmacological Targets for Neuroinflammation and Neurodegeneration in Parkinson’s Disease | IntechOpen

Mekanisme kerja pseudoefedrin termasuk dalam golongan agen simpatomimetik, yaitu suatu golongan obat yang bekerja dengan cara meniru efek dari neurotransmitter alami tubuh, [7] dalam hal ini adrenalin.

Reseptor yang dapat dipengaruhi oleh pseudoefedrin diantaranya adalah sebagai berikut :

Dari informasi di atas dapat diketahui bahwa pseudoefedrin dapat mempengaruhi reseptor Alpha dan Beta Adrenergik, walaupun affinitasnya pada reseptor Beta lebih rendah (partial agonist).

Berdasarkan informasi reseptor mana saja yang dipengaruhi oleh pseudoefedrin, mekanisme kerja pseudoefedrin sebagai dekongestan oral adalah sebagai berikut :

Mengaktifkan reseptor Alpha-1 → Menyebabkan Vasokonstriksi → Dengan menyempitnya pembuluh darah, maka jumlah aliran darah yang melalui hidung dan tenggorokan akan berkurang, sehingga mengurangi peradangan pada membran nasal yang menyebabkan gejala hidung tersumbat.

Akan tetapi, vasokontriksi yang disebabkan pseudoefedrin tidak hanya terjadi pada rongga hidung dan saluran pernafasan, karena reseptor Alpha-1 tersebar di berbagai otot polos di seluruh tubuh, maka pembuluh darah lain juga dapat terpengaruh. Inilah sebabnya pseudoefedrin dikontraindikasikan pada penderita hipertensi.

- Mengaktifkan reseptor Beta-2 → Menyebabkan Bronkodilatasi (pelebaran diameter saluran pernafasan) yang pada akhirnya memberikan rasa lega pada saat bernafas.

Akan tetapi, pseudoefedrin juga dapat menstimulasi reseptor Beta-1 yang menyebabkan peningkatan denyut jantung (heart rate) sehingga muncul perasaan berdebar di dada, inilah sebabnya pseudoefedrin juga dikontraindikasikan kepada penderita gangguan irama jantung (aritmia).

Jawaban dari pertanyaan.

Hipertensi yang disebakan oleh oleh dekongestan oral terjadi akibat mekanisme kerjanya terhadap reseptor adrenergik, yaitu menyempitkan pembuluh darah dan meningkatkan denyut jantung.

Tambahan

Sampai sini, kita paham bahwa reseptor beta-1 dan beta-2 memiliki mekanisme kerja yang berlawanan (antagonis), oleh karena itu pada umumnya obat - obatan asma akan dikontraindikasian dengan obat - obatan antihipertensi dan sebaliknya, kecuali untuk obat yang didesain selektif, seperti Obat golongan Penghambat Beta-1 Selektif (Cth: Atenolol, Nebivolol, dan Bisoprolol) [8] yang tidak akan atau memiliki efek yang minimal terhadap reseptor Beta-2, serta Obat golongan Penghambat Beta-2 Selektif [9](Cth: Albuterol, Salmeterol, Formoterol) yang lebih aman bagi penderita asma yang juga mengalami gangguan kardiovaskular.

Semoga membantu, apabila ada rekan yang hendak mengoreksi saya persilakan yah.

Catatan Kaki

Apa perbedaan vitamin C yang disuntikkan dengan yang berbentuk tablet untuk diminum?

Vitamin C Injection itu obat keras, hanya bisa diperoleh dan diberikan oleh dokter melalui resep, jangan mau disuntik beginian sama petugas random di klinik kecantikan. Komposisi umumnya ya vitamin C, larutan buffer, serta water for injection.

Kalau yang tablet / effervescent itu sih suplemen, komposisinya tentu berbeda dengan vitamin C injection, biasanya mengandung zat pengisi, pengikat, penghancur, dan pewarna, semoga ga ada rekan quora yang kepikiran untuk menggerus tablet vitamin C untuk disuntikkan sendiri, itu sama saja dengan memasukkan tepung ke dalam pembuluh darah, nanti tewas lho.

Karena bukan obat keras, tablet vitamin C mudah dibeli dimana mana, tapi kalau minum kebanyakan ya sayang uang dan ginjal.

Untuk kebutuhan manusia dewasa normal, sebenarnya tidak perlu beli suplemen - suplemen gini secara rutin, makan buah dan sayur saja sudah cukup. [1]

Catatan Kaki

Mengapa obat tetes mata tertentu membuat terasa pahit di kerongkongan?

Biasanya sih, tetes mata antibiotik yang dapat menyebabkan rasa pahit di kerongkongan, walaupun tidak menutup kemungkinan tetes mata dengan kandungan lain juga dapat menyebabkan hal tersebut.

Hal ini disebabkan karena adanya saluran yang menghubungkan rongga mata, hidung, dan mulut.

Pernah kan, kalau kita sedang pilek, atau sedang jalan - jalan di pegunungan, hidung kita mampet atau pendengaran kita berkurang? Untuk menormalkannya, kita coba menutup hidung dan menghembuskan nafas, malah terasa seperti ada udara keluar dari sekitar mata 😂

Sebenarnya, pada umumnya rasa pahit yang terasa setelah menggunakan tetes mata tertentu itu normal dan tidak berbahaya, terlalu sedikit obat yang mungkin terserap dan berefek ke seluruh tubuh.

Akan tetapi jika dirasa tidak nyaman, coba untuk menekan bagian atas hidung seperti pada ilustrasi di atas sebelum meneteskan obat tetes mata, seharusnya jalur tersebut akan tertutup, mencegah sebagian kecil obat untuk melewatinya, sehingga dapat mengurangi rasa pahit yang mungkin akan terasa.