Tahapan desain obat dapat dibagi menjadi dua hal, yaitu desain dari struktur senyawa aktif sehingga dapat memberikan efek farmakologis serta desain metode penghantaran obat yang memastikan senyawa aktif obat tersebut senantiasa stabil dan dapat mencapai reseptor target dengan efektif.
Desain dari struktur senyawa bahan aktif
Penemuan suatu obat merupakan suatu proses yang sangat panjang dan memakan banyak sumber daya.
Saya akan memulai cerita ini dengan suatu kejadian kematian massal ternak sapi di US pada tahun 1920 an akibat pendarahan [1]. Setelah dilakukan serangkaian penelitian yang panjang, ditemukan penyebabnya adalah kumarin yang dimetabolisme oleh suatu jamur menjadi 3,3'-methylenebis-(4-hydroxycoumarin) atau dikumarol [2].
Para peneliti selanjutnya mempelajari keterkaitan antara efek farmakologi yang ditimbulkan dengan struktur molekul dari senyawa tersebut, penelitian lebih lanjut kemudian akan dilakukan dengan harapan untuk mengetahui mekanisme molekular dari efek yang ditimbulkan dan memetakan reseptor target yang mungkin terkait.
Salah satu dari sekian banyak mekanisme kerja obat adalah sebagai substrat untuk memblokir maupun menginisiasi aktivitas biologis tertentu. Prinsip kerja enzim adalah lock and key, sehingga molekul obat akan didesain spesifik untuk dapat berikatan dengan sisi aktif dari enzim tersebut.
Diketahui bahwa dikumarol dapat memblokir aktivitas dari enzim Vitamin K epoxide reductase [3], sehingga menyebabkan aktivitas anti pembekuan darah yang sangat penting untuk mengobati serangan jantung, stroke hemoragik, dan deep vein thrombosis. Saat ini dikumarol sudah jarang digunakan karena dikembangkan menjadi derivatnya, yaitu warfarin.
Sedikit cerita di atas mungkin dapat memberikan gambaran kecil mengenai apa yang dilakukan dalam proses penemuan obat, saya akan lanjutkan cerita ini, semoga anda belum bosan membacanya.
Tahapan penemuan obat dapat diinisiasi dari suatu penelitian terhadap tanaman maupun berdasarkan screening terhadap senyawa yang telah diketahui strukturnya.
Jika suatu senyawa dihipotesiskan memiliki suatu aktivitas farmakologi tetapi belum diketahui struktur molekulnya, senyawa tersebut akan melalui serangkaian screening fitokimia, isolasi senyawa, dan screening farmakologi untuk memastikan bahwa senyawa tersebut memang memiliki efek klinis, setelah lulus dari serangkaian pengujian tersebut senyawa itu akan disebut lead compound [4].
Untuk mengetahui struktur senyawa dan gugus fungsi dari lead compound ini, digunakanlah berbagai kombinasi instrumen untuk melakukan tahapan elusidasi struktur seperti LC -MS [6], spektro FTIR [7], NMR [8] dan sebagainya.
Dengan berkembangnya teknologi, dan semakin banyaknya senyawa yang ditemukan, untuk mendapatkan suatu lead compound, peneliti dapat melakukan high-throughput screening [5] terhadap senyawa - senyawa yang telah diketahui strukturnya. Teknologi komputasi dapat digunakan untuk membantu proses mencari lead compound ini berdasarkan reseptor target yang sudah dipetakan.
Ada banyak sekali tantangan yang dapat muncul pada tahapan ini, yang paling menjengkelkan adalah ditemukannya pan-assay interference compounds(PAINS) atau senyawa yang dapat bereaksi secara nonspesifik dengan berbagai reseptor biologis, hal ini berpotensi memberikan hasil positif palsu
Untuk meningkatkan probabilitas kesuksesan, seorang ahli kimia medisinal dari Pfizer bernama Dr. Christopher Lipinski mengusulkan suatu rule of thumb, yaitu rule of five (RO5) untuk mengevaluasi apakah suatu senyawa kimia dengan aktivitas farmakologis atau biologis tertentu memiliki sifat fisiko-kimia yang akan membuatnya menjadi obat yang aktif pada manusia.
Tentunya banyak pengecualian yang akan muncul dalam penggunaannya, karena RO5 ini hanya memberikan arahan dan bukan kepastian. Setidaknya, dengan mengikutinya kita dapat mereduksi probabilitas kegagalan yang mungkin terjadi.
Tahapan selanjutnya adalah melakukan optimalisasi struktur senyawa tersebut menggunakan bantuan sistem komputasi untuk merekayasa famakoformolekul senyawa tersebut agar dapat berikatan dengan lebih efektif dan selektif dengan reseptor target yang dapat memberikan suatu respon biologis.
Ada banyak sekali perangkat lunak kimia medisinal yang dapat digunakan untuk melakukan rekayasa dan simulasi seperti docking.
Banyak sekali parameter yang dapat dimanipulasi, seperti menambahkan atau menghilangkan gugus fungsi tertentu, modifikasi bentuk isomer dan lain sebagainya.
Tujuan dari manipulasi tersebut adalah untuk meningkatkan potensi, selektivitas, bioavailabilitas, kelarutan, dan stabilitas metabolik dari obat serta masih banyak lagi parameter farmakokinetika lainnya.
Masih banyak sekali tujuan lain yang ingin dicapai dengan modifikasi dari struktur molekul suatu obat, seperti bagaimana caranya untuk menurunkan toksisitas, seperti apa tahapan jalur sintesis yang lebih singkat, memodifikasi ikatan dengan protein plasma, penghambatan oleh sitokrom, maupun permeasi pada sawar darah otak, yang terakhir ini sangat penting untuk obat - obatan yang ditujukan untuk pengobatan pada penyakit otak seperti meningitis.
Salah satu bagian penting dalam aktivitas rekayasa molekul obat adalah ilmu mengenai hubungan kuantitatif struktur aktifitas (HKSA), yang bertujuan untuk menghubungkan struktur molekul dengan aktivitas atau sifat biologi yang menggunakan metode statistik.
Apabila suatu desain final dari obat sudah didapatkan dan telah diketahui proses yang paling efisien untuk mensintesisnya, tahap selanjutnya adalah melakukan serangkaian uji toksisitas akut dan kronis serta uji klinis.
Tahapan penelitian obat akan berakhir dengan disetujui atau ditolaknya kandidat obat tersebut oleh badan regulasi yang berwenang seperti FDA di Amerika dan BPOM di Indonesia.
Dengan perkembangan dalam pemetaan genom manusia. Saat ini telah dikembangkan metode reverse pharmacology. Pada pendekatan ini, setelah dilakukan pemetaan terhadap suatu protein target, dilakukanlah screening untuk mencari molekul obat yang dapat menginisiasi modulasi aktivitas protein target tersebut sehingga dapat memberikan suatu aktivitas terapetik.
Ada banyak sumber yang dapat diakses untuk memperoleh informasi terkait aktivitas ikatan antara protein dengan molekul obat, diantaranya adalah BindingDB, DrugBank, dan Therapeutic Target Database (TTD).
Desain metode penghantaran obat
Aspek ini terkait berbagai aspek yang dapat mempengaruhi onset serta ketersediaan hayati obat dalam system biologis, termasuk stabilitas dari obat.
Pertimbangan yang digunakan saat memilih bentuk sediaan tentu sangat banyak, saya akan berikan contohnya saja yah?
Pertimbangan waktu kerja obat
- Obat yang diharapkan dapat bekerja cepat dan dapat digunakan kapan saja saat darurat, dibuat dalam bentuk tablet sublingual yang mudah larut di bawah lidah, contohnya tablet Isosorbid Dinitrate untuk serangan jantung.
- Ada hal yang bernama rentang terapeutik obat, yaitu konsentrasi dimana obat masih dapat memberikan efek farmakologi. Apabila obat tersebut diharapkan senantiasa berada di rentang terapeutiknya dalam waktu tertentu, pemberian dalam bentuk infus dapat membantu.
- Oh ternyata, obat tersebut diharapkan bekerja sedikit demi sedikit dalam waktu yang sangat lama? Berikanlah dalam bentuk implan (depo) dan diletakkan pada bagian bawah kulit, contohnya implan KB.
Pertimbangan stabilitas obat
- Apakah bahan aktif obat tersebut tidak tahan terhadap cahaya? Formulasikanlah dalam bentuk tablet salut.
- Oh bahan aktif fotosensitif itu akan diformulasikan dalam bentuk injeksi? Gunakanlah ampoule atau vial berwarna amber.
- Suatu antibiotik dapat kehilangan aktivitasnya karena terdegradasi dalam air? Tetapi memiliki target konsumen diantaranya anak - anak? Buatlah menjadi sirup kering rekonstitusi.
- Ada obat dalam bentuk tablet yang dapat rusak jika terkena asam lambung, bagaimana mengakalinya? Mudah saja, gunakan formulasi tablet salut enterik.
Pertimbangan target pengobatan
- Untuk pengobatan infeksi jamur topikal, basis salep yang digunakan harus basis yang tidak menyerap dan dapat menutupi area yang terinfeksi.
- Untuk pengobatan nyeri akibat rheumatoid arthritis, analgesik yang digunakan harus mencapai neuron sensorik yang melepaskan neurotransmitter, sehingga digunakan basis salep serap.
Pertimbangan parameter fisikokimia
- Harus mencampurkan senyawa tidak larut air menjadi sirup? Ah tambahkan saja suspending agent, jadilah suspensi.
- Oh ada pasien yang tidak menyukai meminum obat cair yang kental? Atau kelarutannya hanya kurang sedikit? Gunakan kosolven sepertinya lebih baik.
- Ternyata bahan yang mau dicampur adalah minyak? Okelah mari gunakan bentuk sediaan emulsi.
- Bahan aktif tersebut ternyata tidak dapat diserap oleh saluran cernakarena termasuk BCS Kelas 3? Saya buat injeksi yah, nanti minta tolong sama mbak suster yang baik hati untuk disuntikkan.
Pertimbangan kenyamanan pasien
Banyak inovasi yang terlahir dengan tujuan untuk membuat pasien lebih mudah meminum obat, seperti penyalutan dengan gula agar rasa pahit dari obat berkurang atau pembuatan obat dengan pelepasan lambat (sustained release) untuk mengurangi frekuensi meminum obat.
Dan masih banyak lagi. Termasuk pertimbangan ekonomi, sampai saat ini sediaan tablet kempa langsung masih menjadi yang paling hemat, mulai dari harga bahan pembantunya, teknologi mesin untuk membuatnya serta biaya ekspedisi untuk mengirimnya.
Catatan Kaki
No comments:
Post a Comment