Apakah kamu akan percaya jika aku bilang jawabannya adalah tidak ada bedanya? ( ̄▽ ̄)
Luangkan waktumu sekitar 15 menit untuk membaca jawaban ini, aku akan meyakinkan dirimu dengan membandingkan seadil mungkin kalau obat generik itu sama saja dengan obat paten/originator/innovator, dengan harga yang puluhan kali lebih murmer ~ヾ(・ω・)
*crack knuckles*
Ada banyak perusahaan farmasi berbasis riset di dunia ini, dengan sejarah yang panjang dan sumber daya yang melimpah, mulai dari uang, pengetahuan, dan SDM yang nomor satu di bidangnya.
Para ahli farmasi, medis, kimia, dan sebagainya yang bekerja di perusahaan inilah yang memulai cerita penciptaan obat yang kita kenal dan gunakan sehari - hari, ini kisah yang selalu berulang sejak ratusan tahun yang lalu.
Tetapi, semua itu tidak gratis.
Perusahaan innovator mengeluarkan sangat banyak sumber daya untuk menciptakan obat, dalam proses yang sangat panjang dan melelahkan. Sampai akhirnya obat tersebut dapat mencapai tahap pendaftaran obat baru (New Drug Application/NDA) untuk kemudian disetujui izin edarnya oleh regulator yang berwenang.
Lalu apakah setelah sekian banyak pengorbanan yang dikeluarkan, formula obat itu langsung dilempar begitu saja ke pasaran? Dibuka semua data proses sintesis zat aktif dan struktur molekulnya supaya semua orang bisa mengetahuinya?
Istilah "obat paten" muncul dari penghargaan yang diberikan oleh regulator kepada perusahaan innovator untuk memproduksi secara eksklusif obat yang baru ditemukan itu selama 20 tahun sejak obat tersebut disetujui untuk pertama kalinya.
Aspirin adalah obat yang ditemukan dan dipatenkan oleh Bayer, tetapi saat ini patennya telah expired dan dijual dalam bentuk generiknya dengan nama Asam Asetil Salisilat.
Itulah mengapa perusahaan farmasi di Indonesia kebanyakan hanya memiliki produk me too, sangat jarang sekali (atau sepertinya aman untuk mengatakan tidak ada) ada perusahaan farmasi di Indonesia yang mampu memproduksi obat sintetik yang benar - benar baru (new chemical entities) dari nol.
Mereka hanya bisa menunggu sampai obat - obatan yang memiliki hak paten ini habis masa patennya sehingga dapat memproduksi versi "generik" dari obat tersebut, baik dengan nama generik maupun dengan nama dagang yang diberikan sendiri (obat generik bermerek).
Perusahaan farmasi juga dapat mereformulasi obat generik dengan mengumpulkan beberapa zat aktif dalam satu bentuk sediaan (seperti obat flu yang berisi analgesik, antipiretik, dan antihistamin).
Oke guys, masih semangat kan membacanya? (・∀・)ノ
Mari kita …………….
Seperti yang sudah kutuliskan di atas, obat generik merupakan kopian dari obat paten yang sudah habis masa edarnya.
Itulah mengapa harga obat generik jauh lebih murah dari obat paten, karena komponen biaya penelitian dan pengembangan bisa dihilangkan dari COGM suatu obat.
— Bahan aktif farmasi
Bahan aktif merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki aktivitas untuk mempengaruhi sistem biologis. Ketiadaan bahan aktif dalam suatu formulasi sediaan membuat suatu sediaan tidak dapat disebut dengan "obat" dan hanya dapat disebut dengan "plasebo".
Obat generik memiliki bahan aktif yang sama dengan obat paten, dan bahkan amat sangat mungkin bahan aktif yang digunakan dalam obat generik diproduksi juga oleh perusahaan farmasi yang sebelumnya memiliki paten obat tersebut. Hal ini umum terjadi di awal - awal masa off patent.
Lalu …. dalam suatu formula obat, apabila diformulasikan dalam bentuk sediaan yang sama, jumlah bahan aktif dan potensi yang dimiliki oleh obat paten dan obat generik adalah sama.
Kenapa harus sama? Jawabannya adalaaaah:
— Bioekivalensi
Q: Lalu kak, apakah mungkin obat generik dan obat paten, walaupun memiliki bahan aktif yang sama, bisa jadi memiliki bahan tambahan yang berbeda?
Ya memang sih, hal itu bisa saja terjadi.
Q: Sehingga apakah mungkin, ada suatu obat paten yang aman untuk digunakan pada populasi tertentu tanpa menimbulkan suatu efek merugikan, katakanlah alergi, sementara versi generiknya dapat menyebabkan alergi?
Ya kamu benaaaaar, bisa bangettttt.
Q: Jadi obat generik jelek dong?
Engga doooong, alergi tidak hanya bisa disebabkan oleh obat generik, obat paten pun bisa menyebabkan alergi pada populasi tertentu.
Perbedaan bahan tambahan yang digunakan tersebut, tidak boleh mempengaruhi khasiat dan keamanan suatu obat generik.
Gini … yuk kita lanjutkan ngobrolnya.
Untuk membuktikan khasiat dan keamanannya, obat generik tidak perlu melakukan uji klinis seperti obat paten, sehingga kesepadanan secara biologis (bioekivalensi) merupakan syarat fundamental dari suatu obat generik.
Agar suatu obat generik dapat dinyatakan bioekivalen, obat tersebut harus memiliki ketersediaan hayati (bioavailabilitas) yang identik dengan obat paten.[1]
Bioavailabilitas merupakan profil yang menggambarkan perbandingan waktu yang diperlukan (rate) untuk sejumlah (extent) bahan aktif obat dari mulaiterlepas dari suatu sediaan hingga tersedia pada target kerja obat tersebut (site of action).
Jika profil bioavailabilitas suatu obat generik dinyatakan identik dengan obat paten, barulah obat generik itu bisa dikatakan bioekivalen, dan dianggap memiliki khasiat dan keamanan yang sama dengan obat paten yang sudah dibuktikan dengan uji klinis.
Harusnya begitu, tetapi dunia obat - obatan dan medis itu bukan matematika yang 2+2 sudah pasti 5.
Biar adil, saya tidak menutupi fakta bahwa ada beberapa kasus tertentu, yang menunjukkan bahwa bioekivalensi tidak selalu dapat diterjemahkan bahwa kedua produk obat adalah memiliki efek klinis yang sama dan profil keamananyang sama (ekivalen terapeutik).
Hal ini terjadi karena persyaratan bioekivalensi menyatakan bahwa Area Under Curve dan konsentrasi maksimum (Cmax) dari suatu produk generik tidak boleh kurang dari 80% dan tidak boleh lebih dari 125% dari obat patennya.
Terkadang, variasi kecil yang diperbolehkan ini dapat menyebabkan perbedaan klinis yang bermakna pada pasien dengan ras tertentu atau pasien dengan metabolisme yang unik.
Sehingga, walaupun hanya sejumlah kecil populasi yang terdampak, sedikit banyak harus diakui bahwa tidak semua obat generik pasti 100% sama efektifitas dan keamanannya dengan obat paten.
Contoh dari kasus ini diantaranya adalah:
- Beberapa Antibiotik generik memiliki potensi untuk membunuh mikroba dan kelarutan yang lebih rendah dibandingkan dengan obat patennya. [2]
- Beberapa pasien yang diberikan obat Antiepilepsi (Leviracetam) generik, diketahui mengalami episode konvulsi yang lebih banyak dibandingkan saat diberikan obat patennya. [3] [4]
Tapi ini hanya terjadi pada sejumlah kecil populasi, ada jauh lebih banyak obat generik yang memiliki efektifitas dan keamanan yang sama dengan obat patennya, contohnya pada berbagai macam obat penurun tekanan darah[5], obat penurun kolesterol (Statin) [6], dan obat antipsikosis dan schizophrenia (Clozapine)[7]
— Penutup
Sebagai Apoteker yang pernah mencicipi perusahaan farmasi multinasional dan perusahaan farmasi lokal, aku berani menjamin kalau seluruh tahapan prosesproduksi, pengawasan mutu dan pemastian mutu dari obat generik (baik yang menggunakan nama generik maupun merek dagang sendiri) dan obat paten yang merupakan innovator itu sama persis, karena memang standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang digunakan sama, tidak ada bedanya sama sekali.
Malah, apabila seseorang memiliki keyakinan yang kuat bahwa obat dengan merek dagang akan bekerja lebih baik dibandingkan dengan obat generik. Lama kelamaan akan muncul suatu sugesti yang dapat mengarah kepada munculnya efek samping yang seharusnya tidak muncul.
Ekspektasi negatif yang mengarah kepada menurunnya efektifitas dan keamanan obat ini disebut dengan efek nocebo, suatu kebalikan dari efek placebo.
— Kesimpulan
- Ketersediaan obat generik dapat menurunkan biaya pengobatan dan meningkatkan keterjangkauan akses obat bagi teman - teman kita yang kurang mampu.
- Pengujian bioekivalensi sudah dilaksanakan di seluruh penjuru dunia dan telah membuktikan bahwa mayoritas obat generik yang ekivalen secara biologi akan ekivalen juga secara terapeutik, sehingga memiliki efek klinis dan profil keamanan yang sama.
- Tidak menutup fakta bahwa ada obat generik yang tidak 100% sama dengan obat paten (innovator) dalam hal efektifitas, keamanan, maupun parameter lain seperti kelarutannya. Akan tetapi kasus ini langka dan hanya terjadi pada populasi tertentu, tidak menutup kemungkinan dirimu juga dapat mengalami efek yang tidak diinginkan setelah mengonsumsi obat paten.
- Jangan lupa untuk selalu berkonsultasi dengan Dokter dan/atau Apoteker kepercayaan anda, dan segera laporkan segala efek samping yang anda terima selama menjalani regimen pengobatan.
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini!
Miku loves you all! ❤
Catatan Kaki
[3] Clinical experience with generic levetiracetam in people with epilepsy - Chaluvadi - 2011 - Epilepsia - Wiley Online Library
No comments:
Post a Comment