Beberapa hal yang berpotensi merusak makanan dan menyebabkan penyakit diantaranya adalah toksin bakteri, yang terdiri dari endotoksin dan eksotoksin, maupun pajanan suatu parasit, seperti larva lalat atau telur cacing. Kita coba obrolkan satu - satu yah.
Eksotoksin [1] merupakan racun yang akan dihasilkan dan dilepas ke inang secara periodik, senyawa ini dapat menyebabkan penyakit pada inang dengan memodifikasi berbagai aktivitas metabolisme normal pada tubuh. Bahan penyusun eksotoksin merupakan polipeptida[2] yang pada umumnya (pengecualian untuk heat stable toxin) tidak tahan dengan pemanasan, salah satu toksin bakteri yang paling poten dan dapat menyebabkan kematian, yaitu botulinum dapat diinaktivasi dengan pemanasan pada suhu 85C selama 5 menit [3]
Sementara itu, endotoksin bakteri merupakan suatu bagian dari membran luaryang melapisi dinding sel bakteri, endotoksin tersusun atas lipopolisakarida dan umumnya dihasilkan oleh bakteri gram negatif seperti Salmonella dan Eschericia coli. Endotoksin hanya akan terbebas dari sel bakteri apabila bakteri mengalami kematian, proses untuk menghancurkan endotoksin disebut dengan depirogenasi dan membutuhkan suhu yang tinggi dalam waktu yang cukup lama.
Inilah yang harus diwaspadai, eksotoksin mungkin dapat diinaktivasi dengan pemanasan, tetapi endotoksin tidak, pemanasan yang menyebabkan pecahnya sel bakteri justru akan membebaskan endotoksin.
Patogenesis penyakit yang disebabkan endotoksin bermacam - macam tergantung bakteri penyebabnya, tetapi umumnya penyakit yang ditimbulkan adalah diare, kram perut, mual dan muntah, serta demam.
Untuk menghancurkan struktur endotoksin kita membutuhkan paparan panasselama 30 menit dengan suhu 250C, seandainya rendang itu kita panaskan dengan cara tersebut, bisa - bisa hasil akhirnya sudah bukan rendang lagi, tetapi arang.
Lalu gimana solusinya?
Bakteri memiliki pola pertumbuhan yang disebut logarithmic growth curve, mereka akan tumbuh dengan stagnan pada awalnya, dan akan tumbuh secara besar - besaran pada fase eksponensial.
Perlakuan yang harus diterapkan dalam pemanasan rendang adalah, menjaga agar bakteri dalam makanan tidak sempat memasuki fase eksponensial, mereka harus sesegera mungkin dibunuh, karena apabila sudah terlanjur tumbuh secara besar - besaran, walaupun bakterinya dapat dibunuh dengan pemanasan, tetapi endotoksinnya akan tetap bertahan.
Sebenarnya di laboratorium sekalipun sangat sulit menentukan kapan bakteri memasuki log phase, banyak sekali faktor yang berpengaruh, namun sebagai gambaran umum, mungkin grafik ini dapat membantu.
Berdasarkan grafik di atas, fase eksponensial dari Salmonella dan Eschericia coli dimulai pada jam ke- 4 setelah inokulasi, aktivitas ini dilakukan menggunakan media selektif yang diperkaya dengan nutrisi untuk memicu pertumbuhan bakteri, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tahap yang sama pada makanan mungkin dapat lebih lama.
Jadi, sebaiknya rendang tidak dibiarkan dalam keadaan terbuka dan segeradipanaskan setelah diletakkan di meja makan selama 4 - 6 jam, kemudian disimpan dalam lemari pendingin apabila selesai dipanaskan untuk memperlambat tumbuhnya bakteri. Jika hal ini dilakukan, jawaban dari pertanyaan anda adalah rendang yang dipanaskan berulang kali tidak akan menyebabkan penyakit selama pemanasan ulang dan penyimpanan dilakukan dengan benar.
Oh ya, mengenai telur cacing atau lalat dan larvanya, tidak perlu khawatir, mereka akan mati kok dengan pemanasan dengan suhu sedang dan tidak akan membahayakan[4]
Karena pertanyaan ini fokus pada rendang, maka daku akan memberikan sedikit tambahan, agar lebih spesifik.
Saya mendapatkan informasi dari beberapa jurnal penelitian yang menyebutkan bahwa ternyata rendang memiliki keawetan yang lebih baik dari makanan pada umumnya, hal ini dikarenakan banyak rempah - rempah yang digunakan dalam proses memasak rendang diketahui memiliki aktivitas antibakteri dan antioksidan, contohnya bawang putih[5] , lengkuas[6] dan kunyit[7]
Jadi? Panaskaaaaan! Dinginkaaaan! Aamaaaannnn*! Wkwkwkwkwkwkw.
*Jika tuhan menghendaki
Akan tetapi, mengingat rendang memiliki kandungan santan, yang tersusun atascampuran asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Proses pemanasan yang berulang mungkin dapat mengubah profil lipid didalamnya.
Berdasarkan suatu jurnal penelitian [8] pemanasan rendang setiap 2 hari sekali selama 6 hari memang dapat meningkatkan kandungan asam lemak jenuh dan kandungan lemak trans dalam daging dan bumbu rendang.
Nah saya akan mencukupkan bahasan saya sampai disini, saya rasa kita semua sudah tahu mengenai bahaya lemak jenuh dan lemak trans yang berlebih dalam suatu bahan pangan[9]
Terima kasih sudah berkenan membaca.
Catatan Kaki
No comments:
Post a Comment