Kanker terjadi akibat sel yang menyusun jaringan tubuh, baik hewan maupun tanaman, mengalami kecacatan pada materi genetiknya (DNA).
Cacat pada materi genetik ini menyebabkan sel - sel kanker tidak memiliki fungsi biologis, akibat tidak mengalami proses pematangan sel (diferensiasi) dan tidak dapat memberikan respon biologis pada senyawa messenger yang meregulasi berbagai fungsi sel.[1]
Karena itulah sel kanker akan tumbuh secara invasif dengan melakukan pembelahan tidak terkendali, dan menghindari proses kematian normal (baca https://travelermedis.blogspot.com/2019/04/bagaimana-mekanisme-molekuler-peristiwa.html)
Sumber gambar : Fig 2: Cell division: normal cell vs. cancerous cell
Nah obat - obat kemoterapi akan membunuh sel - sel kanker ini dengan berbagai cara :
- Merusak DNA mutan sel kanker, contohnya agen - agen pengalkilasi seperti oxaliplatin dan cisplatin[2]
- Mengganggu metabolisme sel kanker, sehingga sel kanker akan kekurangan nutrisi dan energi, contohnya cytarabine, gemcitabine dan methotrexate (MTX)[3]
- Menghambat aktivitas enzim - enzim intraselular, seperti doxorubicin dan bleomycin[4]
- Mitotic inhibitor, menghambat proses pembelahan sel kanker, contohnya paclitaxel dan vinblastine[5]
- Dan beberapa obat lainnya, termasuk obat - obatan yang meringankan gejala setelah kemoterapi seperti mual dan muntah.
Pengobatan dengan kemoterapi tradisional memiliki hambatan, yaitu selektifitas dari obat itu sendiri, sangat mungkin sekali obat kemoterapi ikut mentarget sel tubuh yang masih sehat.
Sering kan kita lihat orang yang harus menjalani kemoterapi rambut dan kukunya rontok serta terlihat semakin kurus. Agen - agen pengalkilasi juga dapat menyebabkan leukimia dalam jangka panjang karena dapat merusak sumsum tulang belakang.
Untuk itulah diciptakan suatu metode kemoterapi dengan bantuan antibodi monoklonal (baca https://travelermedis.blogspot.com/2019/03/bagaimana-mekanisme-aksi-antibodi.html)
Catatan Kaki
No comments:
Post a Comment