Monday, May 6, 2019

Sistem kerja 9-9-6. Suatu perbudakan era modern?

https://today.line.me/ID/article/jWPxDg?utm_source=copyshare

Sebagai jamaah tarekat Al-Liburiyah wal tanggal merah (اللبورية والتاريخ الاحمر) saya mengecam gagasan ini.
Menurut saya ini adalah suatu ide yang mengarah kepada kemunduran, dan gila apabila ada perusahaan di Indonesia yang hendak menerapkannya. Saya tidak perduli apakah hal seperti ini sudah menjadi kebiasaan di Tiongkok sana.
Ada alasannya kenapa generasi millennial dicap sebagai kutu loncat dalam dunia kerja[1]saya tahu benar karena saya pun baru berusia 23 tahun (▔∀▔)
Alasannya? Iyaaaaaaa betul! YOLO![2]

Semakin banyak orang yang menyadari bahwa hidup ini sangat singkat, banyak sekali hal yang lebih penting dalam hidup selain bekerja, seperti waktu bersama keluarga dan teman, kesempatan menjalani hobi dan passion, atau bahkan sekadar kesempatan jalan - jalan[3]
Hal ini menyebabkan semakin sedikit orang yang mau dieksploitasi oleh korporasi, beberapa kenalan saya lulusan S2 PTN ternama di Indonesia lebih memilih menjalankan usaha sendiri, mulai dari bisnis fotografi sampai membuka warung nasi uduk ketimbang bekerja seperti babu.
Q : Tapi bukankah dengan memilih menjadi pengusaha seperti itu malah waktu luang akan semakin sedikit?
Kuncinya adalah keterpaksaan, hal itulah yang mendasari perbedaan antara perbudakan dan bukan perbudakan. Se- passion - passion apapun saya terhadap dunia farmasi, saya ogah juga jika terpaksa masuk kerja di hari sabtu setiap minggu, dan pulang larut malam setiap hari karena keleletan divisi lain, saatnya menyebar resume lagi dan lekas angkat kaki kalau begitu.
Orang - orang berkualitas yang memiliki kemewahan untuk memilih, apakah dia memiliki skill untuk berbisnis sendiri atau mencari pekerjaan yang lebih manusiawi dan sesuai dengan apa yang mau dicapai dalam hidupnya, tidak akan mau bertahan pada perbudakan modern seperti itu (9-9-6).
Siap - siap saja hanya mendapat karyawan - karyawan sisa, yang tidak memiliki kemewahan memilih, yang kepepet, yang tidak kompeten dan underperform, tubuhnya berada di kantor, matanya menatap monitor, tetapi produktivitasnya nol.
Tidak akan bertahan, perusahaan yang memaksakan jam kerja yang panjang, pada era dimana kerja remote adalah suatu keniscayaan.
Catatan Kaki

No comments:

Post a Comment