Tuesday, May 28, 2019

Bagaimana perusahaan farmasi menjamin/mengontrol keaslian obat-obatan yang telah mereka distribusikan ke apotik, agar tidak terjadi pemalsuan?

Selain dengan menggunakan jalur distribusi yang aman melalui pedagang besar farmasi (PBF) terpercaya dengan aturan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) yang ketat, sediaan farmasi dan obat - obatan harus dilindungi dengan berbagai cara (multi layered security).


Teknologi anti-pemalsuan yang baik harus memiliki tingkat keamananyang tinggi (tidak dapat atau sulit dikloning/dimanipulasi), dapat diterapkan pada berbagai bentuk sediaan farmasi, memiliki standar yang baku, mudah untuk diperiksa oleh konsumen maupun petugas dalam rantai distribusi, dan lain sebagainya.
Sampai saat ini, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengontrol keaslian obat - obatan, mulai dari pendekatan klasik sampai yang memanfaatkan perkembangan teknologi, diantaranya adalah:
#1. Kemasan yang dapat rusak setelah dibuka (tamper evident/tamper resistant)
Kemasan memiliki indikator atau penghalang khusus yang dapat digunakan sebagai bukti bahwa telah terjadi gangguan pada kemasan tersebut, seperti segel pada tutup botol atau flap pada kemasan karton yang rusak apabila kemasan telah dibuka.
#2. Mekanisme otentifikasi produk
Produsen dapat menambahkan beberapa fitur pada kemasan obat - obatan untuk membantu konsumen membedakan mana obat yang asli dan palsu, contohnya dengan pencantuman hologram/color shift ink atau watermark.
Nah, kedua mekanisme diatas merupakan sistem yang klasik dan sangat mudah untuk dimanipulasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Metode selanjutnya yang hendak aku diskusikan akan lebih rumit lagi.
#3. Teknologi pelacakan (track and trace)
Penerapan sistem terkomputerisasi untuk mencegah pemalsuan obat dilakukan dengan menambahkan identitas unik kepada setiap unit stok selama proses produksi.
Informasi yang disematkan pada kemasan berada dalam bentuk unik, yang dapat berupa Radio Frequency Identification (RFID) atau 2D barcode dengan suatu mekanisme enkripsi untuk mengamankannya.
Hal ini dilakukan untuk mencegah agar obat palsu tidak masuk ke rantai distribusi dan pada akhirnya diterima oleh pasien.
Pada tahun 2018 kemarin, ada suatu peraturan baru yang ditetapkan oleh Badan POM Republik Indonesia, terkait dengan pengamanan sediaan farmasi dan obat - obatan untuk mengikuti perkembangan dunia farmasi global. [1]
US FDA dan Uni Eropa telah lebih dahulu mengeluarkan peraturan ini, dibawah Drug Supply Chain Security Act dan EU Falsified Medicines Directive, hanya masalah waktu saja sampai banyak perusahaan farmasi di Indonesia menerapkannya.
Peraturan ini mewajibkan suatu industri farmasi untuk memiliki sistem penelusuran (serialisasi) yang dapat digunakan untuk mengidentifikasidan memvalidasi keaslian dari suatu produk obat yang beredar di pasaran.
Sebenarnya sudah ada beberapa big pharma yang telah bertindak sebagai early adopter dalam proses serialisasi ini, seperti:
Pfizer pada Viagra [2]
Merck Serono pada Serotism [3]
Sistem serialisasi tersebut memungkinkan perusahaan farmasi untuk menelusuri produk mereka berdasarkan prinsip anak (kemasan terkecil), orang tua (shipper), dan kakek (pallet).
Dengan cara ini, dapat diketahui dari site mana produk obat tersebut dibuat apabila suatu industri farmasi merupakan MNC yang memiliki operasi di berbagai negara di seluruh dunia.
Petugas dalam rantai distribusi dapat melakukan scanning saat menerima barang dari rantai distribusi sebelumnya, seperti saat produk diterima oleh petugas di Apotek. Data hasil scan kemudian akan dikirimkan kepada server BPOM dan perusahaan farmasi untuk diotentifikasi kebenarannya.
Bagi perusahaan farmasi hal ini akan menguntungkan, karena dapat memberikan update secara real time, sebenarnya sudah sampai dimana produk obat yang mereka produksi.
Hal ini akan sangat memudahkan jika di kemudian hari ada suatu hal yang mengharuskan suatu perusahaan farmasi untuk melakukan penarikan kembali (recall) terhadap suatu produk obat tertentu.
Kita sebagai konsumen juga dapat melakukan pengecekan secara mandiri kok, karena Badan POM telah mengeluarkan aplikasi BPOM mobile untuk melakukan otentifikasi dan/atau identifikasi terhadap produk obat dan sediaan farmasi lainnya. [4]
Memang, penerapan hal ini masih terbatas karena merupakan teknologi yang masih baru di dunia farmasi Indonesia.
Inilah pe-er bagi para insinyur di industri farmasi untuk segera mengimplementasikannya (・_・)ノ


Mari kita berdoa agar sistem ini segera bisa diterapkan secara menyeluruh di negara kita tercinta ini. Jadi di masa depan setiap kita mau minum obat, kita tidak perlu khawatir obat yang kita minum adalah obat palsu.
Kita hanya perlu mengambil smartphone kita, membuka aplikasi yang tepat, dan
NIT NIT, scanning complete!
Terima kasih sudah berkenan membaca! °˖✧◝(⁰▿⁰)◜✧˖°
Catatan Kaki

No comments:

Post a Comment