Thursday, March 28, 2019

Apakah benar jika mengganti gula biasa dengan gula khusus seperti gula jagung atau stevia jauh lebih aman untuk dikonsumsi tubuh kita?

Pemanis yang dapat digunakan sebagai substitusi dari gula tebu yang biasa kita gunakan terbagi menjadi dua, yaitu perasa artifisial, seperti aspartam, sukralose, sakarin dan beberapa senyawa lain yang sudah disetujui oleh FDA, serta perasa alami seperti stevia, xylitol, dan erythritol.
Untuk membuat pemanis sintetik, saya ambil contoh sukralose, dilakukan tahapan sintesis kimia, tiga gugus hidrogen (H) dan oksigen (O) dalam molekul gula (sukrosa) diganti dengan tiga atom klor (Cl). Hal ini membuat sukralose menjadi pemanis buatan yang 600 kali lebih manis dari gula, dan tidak akan dimetabolisme oleh tubuh, karena tubuh tidak mengenali zat ini sebagai gula yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi tubuh. [1]

Cara pembuatan Stevia tidak seperti itu, sejauh yang saya ketahui pembuatan ekstrak stevia tidak melibatkan proses sintesis kimia dan perubahan struktur senyawa. Tahapan utama untuk memperoleh glikosida steviol [2], adalah dengan ekstraksi dan purifikasi. [3]
Lalu apakah stevia aman untuk digunakan? Apabila mengacu kepada Permenkes RI No. 33 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan [4], serta berbagai studi yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa stevia aman untuk digunakan [5]. Sejauh ini tidak ada kasus alergi terhadap stevia yang dilaporkan.
Tidak seperti sukrosa yang akan dimetabolisme menjadi dua mono sakarida (glukosa dan fruktosa), stevia tidak dapat dimetabolisme oleh tubuh, sehingga stevia dianggap memiliki 0 kalori.
Hal ini menyebabkan stevia dan sukrosa (gula tebu) memiliki tujuan penggunaan yang berbeda, stevia digunakan dengan tujuan untuk mengurangi asupan kalori yang berlebih dalam tujuan diet maupun kondisi medis tertentu (diabetes misalnya). Sementara sukrosa dapat dimetabolisme oleh tubuh menjadi sumber energi bagi sel.
Saya bukan ahli nutrisi sehingga saya tidak tahu, apakah meninggalkan 100% sukrosa untuk beralih ke stevia dapat memberikan dampak negatif pada tubuh, tetapi menurut saya, asupan gula untuk tubuh sebagai sumber energi dapat tercukupi dari bahan makanan lain seperti nasi (karbohidrat) maupun buah - buahan.
Sekadar tambahan informasi, penggunaan sukrosa pada berbagai sediaan obat sirup untuk anak - anak sudah mulai ditinggalkan karena dapat menyebabkan plak pada gigi.

Gula jagung (fruktosa) merupakan suatu monosakarida atau bentuk gula yang paling sederhana sehingga tubuh tidak perlu melakukan konversi untuk memungkinkannya diabsorbsi pada saluran cerna seperti sukrosa dikonversi menjadi turunannya dengan enzim sukrase.
Ditinjau dari kandungannya, fruktosa memang memiliki kalori yang lebih rendah dibandingkan sukrosa.
Akan tetapi proses metabolisme fruktosa berbeda dengan sukrosa, jika sukrosa (yang sudah di breakdown menjadi glukosa pada aliran darah) dapat langsung diproses oleh hormon insulin sebagai sumber energi sel, fruktosa tidak.
Fruktosa akan ditransfer ke liver untuk dimetabolisme menjadi glukosa sebelum tubuh dapat menggunakannya sebagai sumber energi. [6] Sehingga jika fruktosa dikonsumsi secara berlebihan (dan liver tidak sanggup memprosesnya) kelebihannya akan berubah menjadi kolesterol dan trigliserida. Hal ini berpotensi memberikan dampak negatif seperti obesitas, penyakit hati berlemak dan peningkatan kadar kolesterol dalam darah.
Terima kasih sudah mau membaca. :D

No comments:

Post a Comment