Siti sedang bingung karena inboxnya berisi email peringatan dari Badan POM, isinya adalah informasi bahwa zat aktif xxx ternyata mengandung suatu zat asing.Butuh beberapa menit bagi Siti untuk menyadari bahwa zat aktif xxx dari produsen yang dimaksud ternyata digunakan dalam suatu produk obat yang diproduksi oleh pabrik tempat kerjanya.Sebagai seorang Apoteker yang bekerja di departemen Quality Assurance, tentu saja Siti menjadi pihak yang akan direpotkan apabila terjadi suatu insiden seperti ini.Dalam beberapa hari ke depan akan banyak orang salah mengira Siti memakai bando saat bekerja, padahal itu adalah tanduknya yang keluar dan tidak bisa disembunyikan.
Sebagai salah satu industri yang highly regulated, tentunya ada banyak sekali hal - hal yang harus dipatuhi oleh produsen obat.
Mulai dari memastikan bahan baku didapatkan dari produsen yang terpercaya, memastikan proses produksi berjalan tanpa adanya deviasi, memastikan seluruh produk melalui proses Quality Control yang ketat, dan memastikan seluruh kegiatan penyimpanan dan distribusi dilakukan dengan benar, dan sebagainya.
Akan tetapi, bagaimanapun usaha suatu industri untuk tetap comply dengan peraturan melalui berbagai kebijakan mutu yang ketat, sometimes sh*t happen.
Untuk menangani masalah yang dapat timbul akibat beredarnya suatu produk bermasalah di pasaran, salah satu aspek yang diatur oleh standar cara pembuatan obat yang baik (CPOB) adalah penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali.
Bagaimana suatu produsen mengetahui bahwa produknya bermasalah di pasaran?
Selain dengan notifikasi dari regulator (seperti BPOM atau Kemenkes RI), kita juga dapat mengetahuinya dari keluhan pelanggan maupun profesional kesehatan, seperti dokter dan apoteker.
Keluhan terhadap obat dapat berupa :
- Keluhan terkait mutu obat, termasuk perubahan fisikokimia obat, adanya kontaminan, kondisi kemasan yang rusak, dan sebagainya.
- Keluhan terkait medis, seperti timbulnya efek samping maupun interaksi obat yang belum dicantumkan pada lembar informasi obat, respon klinis yang rendah pada pasien tertentu, dan sebagainya.
Suatu laporan terkait mutu obat akan ditindaklanjuti oleh QA dengan melakukan penelusuran terhadap lot history file, yang berisi catatan dokumentasi mengenai proses pembuatan dan kontrol kualitas dari produk.
Analisis kemudian dilakukan pada sampel produk bermasalah yang dikirimkan dan kepada sampel pertinggal tiap batch yang dicurigai terdampak.
Apabila sudah didapat kesimpulan bahwa produk tersebut harus ditarik, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat protokol yang mengatur seluruh tahapan penarikan yang harus dilakukan beserta PIC yang bertanggung jawab.
Selanjutnya harus dilakukan penghentian proses produksi dan karantina terhadap produk yang masih berada di produsen.
Langkah ketiga adalah embargo terhadap produk yang masih berada dalam rantai pasokan, seperti pedagang besar farmasi (PBF).
Penarikan produk dapat dilakukan pada batch terdampak melalui distributor, pada kasus tertentu penarikan juga bisa dilakukan sampai tingkatan konsumen.
Harus dilakukan rekonsiliasi untuk memastikan bahwa seluruh produk yang terdampak telah ditarik dari pasaran, produk tersebut kemudian dikarantina oleh produsen sampai nasibnya diputuskan kemudian oleh departemen QA.
Apabila masalah yang terjadi hanya seputar kasus minor, bukan major atau bahkan critical, tidak menutup kemungkinan akan dilakukan pengolahan ulang terhadap produk tersebut, seperti proses pengemasan sekunder ulang pada kemasan terluar yang rusak.
Akan tetapi jika masalah yang terjadi pada produk tersebut adalah masalah major/critical seperti adanya kontaminasi DNA babi, ditemukan potensi bahan aktif terdekomposisi menjadi senyawa berbahaya, atau terjadi kerusakan pada kemasan primer yang merusak mutu obat, produk tersebut akan dimusnahkan dengan disaksikan oleh pejabat yang berwenang dari instansi terkait.
Terima kasih sudah berkenan membaca, semoga bermanfaat (´ ∀ ` *)
No comments:
Post a Comment