Friday, March 29, 2019

Mengapa beberapa obat dapat menyebabkan ketulian (ototoksik)? Mekanisme apa yang dipengaruhi oleh obat tersebut?

Karena malam sabtu ini saya tidak punya teman untuk diajak main keluar (seperti malam sabtu - malam sabtu sebelumnya, hiks), saya mau bercerita saja deh (´ ∀ ` *)
Kira - kira sudah banyak yang tahu belum ya kalau sebenarnya ada beberapa obat - obatan yang dapat menyebabkan ketulian?



Jadi jika ada teman kita yang mendadak tidak nyaut saat dipanggil, jangan buru - buru menuduh dia jarang membersihkan kotoran telinga yah, siapa tahu dia hanya apes karena overdosis obat - obatan ototoksik.
(o・_・)ノ”(ノ_<、)

Sebenarnya apa sih ototoksik itu?
Simpel sebenarnya, seperti banyak istilah lainnya, ototoksik merupakan gabungan dari dua kata, yaitu oto (telinga) dan toksik (racun), lebih spesifik lagi, obat - obatan ini dapat menyebabkan ketulian akibat pengaruh kepada kokleasyaraf pendengaran, dan sistem vestibular.
Karena ada bermacam - macam perangkat telinga yang mengalami gangguan akibat obat - obatan ototoksik, masalah yang mungkin ditimbulkan tidak terbatas pada gangguan pendengaran sahaja, tetapi bisa saja merembet kepada gangguan keseimbangan dan tinnitus (suara berdenging pada telinga).
“Jangan menggunakan antibiotik secara serampangan tanpa petunjuk dokter”
Wah tidak bosan - bosannya ya para bu dokter yang baik mengingatkan kita sebagai pasiennya, tetapi tetap saja kita tidak menurut, kita masih asal membeli antibiotik dan tidak menghabiskannya, bodo amat deh dengan resistensi, begitu mungkin yang kita pikirkan.
Kali ini kita mengetahui, selain resistensi, ternyata penggunaan antibiotika dengan asal juga dapat menyebabkan gangguan pendengaran yang irreversible.
Q : Mas, anu maksudnya irreversible itu apa ya?
A : Irreversible itu seperti mangkok berisi bakso yang dibalik.
Q : Maksudnya?
A : Ga bisa kembali seperti semula, yey!
Q : Jadi kalo rusak buang ya mas?
A : Iya, buang aja itu kuping biar jadi makanan kucing °˖✧◝(⁰▿⁰)◜✧˖°
Antibiotika yang bersifat (atau berpotensi) ototoksik diantaranya adalah golongan Aminoglikosida (streptomisin, kanamisin, gentamisin, neomisin, dan amikasin), Makrolida (eritromisin, azitromisin, dan klaritomisin), dan Glikopeptida (vankomisin).
Selain beberapa antibiotika yang disebut di atas, obat - obatan lain yang bersifat ototoksik diantaranya adalah diuretik loop (furosemide), kinin (obat malaria), dan obat - obatan kemoterapi seperti cisplatin dan alkaloid vinca (vincristine).
Penggunaan aspirin (asam asetil salisilat) dalam jangka waktu yang lama dengan dosis lebih besar dari 2.5 gram per hari juga berpotensi ototoksik, walaupun pendengaran akan membaik setelah penggunaan dihentikan.

Ada banyak sekali faktor dan mekanisme yang terkait dengan gangguan pendengaran akibat obat - obatan ini. Saya akan bercerita garis besarnya saja yah?
Sistem sensorik pada telinga dilindungi oleh suatu barrier yang serupa dengan Blood Brain Barrier (BBB) pada otak, barrier ini akan menghalangi masuknya zat asing selain ion, asam amino, glukosa, dan beberapa zat lain yang dibutuhkan untuk metabolisme sel pada telinga bagian dalam.
Beberapa zat kimia penyebab ototoksik seperti antibiotik golongan aminoglikosida memiliki sifat hidrofilik dan dapat menembus Blood Labyrinth Barrier pada telinga bagian dalam, menyebabkan kerusakan pada struktur koklea, termasuk sel audio-sensorik (hair cells) yang menangkap dan menerjemahkan bunyi akibat pembentukan radikal bebas/spesies oksigen reaktif, ROS inilah yang akan memicu suatu reaksi berantai kematian sel terprogram (apoptosis).
Kacownya, obat - obatan ini apabila sudah terpenetrasi ke telinga bagian dalam, akan sulit sekali dikeluarkan oleh tubuh bersama klirens darah dan akan mengendap pada cairan telinga dalam (perilymph). Oleh sebab itu, pasien yang mendapatkan perawatan dengan obat - obatan ini harus menjaga telinganya dari paparan suara keras atau faktor perusak pendengaran lainnya beberapa bulan setelah perawatan selesai.
Moral of the story, jangan dugem dulu setelah selesai perawatan dengan obat - obatan tertentu (´ ∀ ` *)
Oh yah, banyak bahan kimia lain yang juga menunjukkan impact pada pendengaran, seperti pelarut non aromatik (contohnya asetonitril), toluen dan stiren yang sering digunakan sebagai pelarut cat dan lem, sampai timbal, merkuri, asap rokok, juga karbon monoksida.
Semoga obrolan singkat ini ada manfaatnya, saya lapar mau cari bubur ayam dulu untuk sarapan :D
Terima kasih sudah berkenan membaca.

No comments:

Post a Comment